Oleh Prof Dr Asep Usman Ismail MA,
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Penulis Buku “Tasawuf Menjawab Tantangan Globalisasi”
SEMUA Manusia termasuk kita yang hadir di Masjid Al-Muhajirin ini, adalah Hamba Allah yang merugi. Ini berdasarkan Kalam Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-‘Asr yang diawali dengan Sumpah Allah “Demi Masa” sebagaimana penegasan Ayat Allah yang Agung di bawah ini :
“Demi Masa,
Sesungguhnya Manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang Beriman dan mengerjakan Kebajikan, serta saling menasihati untuk Kebenarañ dan saling menasihati untuk Kesabaran.”
Berdasarkan Kalam Allah tersebut, Al-Hujatul Islam Imam AL-Gadzali lantas berusaha memahami makna Ayat Allah tersebut dengan sebaik-baiknya, mendalam, dan seotentik mungkin sesuai dengan kapasitas dan maqamnya. Lalu ditemukan benang merahnya bahwa untuk mencapai kesejatian sebagai Makhluk Allah, seorang Manusia harus Saling mengingatkan dan mutlak kudu memiliki Komitmen tentang Kebenarañ, Kesabaran, Keadilan, Ketangguhan, Marhamah.
Intinya, tentang Al-Haq harus tidak boleh ada kompromi. Harus Ajeg. Harus Istiqomah. Tidak boleh Munafik. Tidak boleh Khianat. Tidak boleh membleh. Kehidupan Rasulullah Nabi Muhammad Saw sebagai Role Model bersama para sahabatnya telah memberikan teladan (Uswatun Hasanah) terutama selama hidup di kota Madinah. Marwah Islam menyebar harum ke segala penjuru Dunia. Ke sejagat Semesta.
Nah, Imam Al-Gadzali lalu merumuskan Pilar-pilar Kebahagiaan Sejati yang, bilamana berpegang teguh, in sya Allah Pribadi Kita menjadi Pribadi Yang Unggul, Disegani, Berwibawa, dan Bermarwah. Jika diterapkan dalam Keluarga Kita, menjadikan Keluarga Kita Keluarga yang Islami, Unggul, Sejati, Berwibawa, Mulia, Bermarwah.
Ada pun ke-4 Pilar tersebut adalah :
1. Al-Hikmah
2. As-Sajjah
3. Al-Iffah
4. Al- ‘Adalah.
1. Al-Hikmah
Dalam Al-Qur’an Surah Luqman : 12 :
“Dan sungguh telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu Bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya dia Bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa tidak Bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya Maha Terpuji.”
Dan Allah memberikan Ilmu Hikmah ini kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Luqman bukan Nabi, tapi ia dikenal sebagai Ahli Hukmah. Ahli hikmah lainnya di luar Nabi Muhammad Saw adalah Haidir. Sebagian Ulama menyebutnya Nabi Khaidir. Nabi Musa As juga merasa perlu belajar kpd Sosok Khaidir ini. Allah memberikan informasi kepada diriku, ketika Khaidir menjelaskan kenapa dirinya melobangi Perahu, membunuh Anak kecil, dan membantu merehabilitadi rumah Anak Yatim tanpa honor atau upah.
Ringkasnya, Al-Hikmah
Adalah mereka yang memiliki Lubb atsu Hati Yang Bersih, Sehat, Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Emosional. Ringkasnya, orang yg mampu Berpikir secara Merdeka, Mandiri, Mendalam, Radikal, Jernih hingga ke Akarnya atau Hakikatnya atau paham esensi suatu Realitas. Juga mampu Berpikir Sehat,
Di dalam diri orang ini terdapat Kejujuran atau Sidqi, memegang teguh komitmen kpd Kebenarañ, Keadilan, Kemanusiaan Sejati. Juga Ikhlas. Intinya adalah mereka yang memiliki Lubb, Hatinurani, Berpikir Sistematis, Tertib, Metodelogis. Lihat QS Al-Baqarah : 69. Bukan Pemimpin seperti Jenghis Khan, Kubhilai Khan atau Timur Length yang kejam dan Barbar. Melainkan mereka yang menyadari ada Kehidupan Akhirat setelah di Dunia ini.
2. Pilar kedua adalah As-Sajjah atawa Berani. Lihat QS Ali Imran : 133. Yang intinya adalah Manusia yang bisa Melawan egonya. Mengendalikan amarahnya. Mampu memaafkan orang lain meski dirinya benar. Peduli Sosial atau Empati Sosialnya Tinggi. Melawan sikap Bahil. Tidak takut kelaparan. Tidak memburu Jabatan atau Posisi, tidak H2C alias Harap-harap Cemas.
3. Pilar Ketiga adalah Iffah atsu Terjaga. Orang ini memiliki Harga Diri, Bermartabat, meski sudah tidak berdaya lantaran sudah pensiun. Imannya Terjaga. Tidak goyah keyakinan. Hidupnya bermakna. Paham mengenai makna Hidup. Karenanya dia tidak akan menggadaikan harga dirinya meski Hidupnya terbatas atau Terancam. Dia akan berpegang teguh kpd Prinsip atau ajaran Islam. Jika dia Pemimpin Pesantren, dia akan menolak pemberian oleh non-Islam. Tidak bakal menjual akidahnya.
4. Pilar Keempat adalah Al-Adalah.
Memiliki roso Keadilan. Atau Proportional atau memiliki konsep Keseimbangan yang jelas. Orang ini kalau siang bak Penunggang kuda yang Gagah berani termasuk melayani Umat. Kalau Malam tiba, dia bersimpuh bahkan menangis dan Memohon kepada Allah Tabaraka wa Taala sebagai mana diteladankan oleh Nabi Muhammad Saw. Beliau takut Rahmat Allah menjauh. Nabi dalam Hadisnya menasihati : “Kebaikan itu Harus dimulai dari dirimu”.
“Jaga dirimu dan Keluargamu dari api Neraka.” Lihat QS As-Sajdah : 16 yang intinya kalau tiba Malam Hari, merenggangkan perutnya dari tempat tidur. Selain itu dia gemar Berinfak sekalipun dalam keadaan rejekinya sempit. Demikian Pilar-pilar Kebahagiaan menurut konsep Al-Hujatul Islam Imam Al-Gadzali. Inilah yang dapat saya sampaikan, dan tentunya jauh dari Sempurna.
Wallahu’alam Bishowwab. **
Diresume oleh Dindin Machfudz, Ketua DKM Masjid Al-Muhajirin/Pengurus DMI Kota Depok/Pengurus MUI Kota Depok.